Cerpen buatan temen nih, cekidot

PERHATIAN
ACHTUNG
ATTENTION
Cerita ini fiktif belaka
baca dan komen ya :D
no flaming, no offense oke

Eldy bingung melihat tingkah Lukman belakangan ini. Lukman yang merupakan sobat karib sekaligus teman se-kost nya belakangan ini terlihat sangat aneh. Mahasiswa fakultas komputer itu selalu pulang tengah malam dan bangun pagi-pagi sekali untuk berangkat kuliah, entah apa yang dilakukannya.

Pernah suatu hari Eldy bertanya langsung pada Lukman, kemana saja ia selama ini. Mereka  jadi jarang bermain bersama, di kampus pun mereka jarang berkumpul dengan geng mereka yang sangat terkenal, “The Geng-gengan”, entah dari mana mereka mendapat ide menamakan geng mereka dengan nama konyol seperti itu. Lukman selalu saja sibuk sendiri. Mulai dari membantu dosen,  bolak-balik tidak jelas, keluar masuk kampus sambil membawa berkas-berkas yang tak terhitung jumlahnya, dan masih banyak lagi tingkah aneh Lukman yang tidak dapat disebutkan. Sungguh aneh tapi nyata, pikir Eldy.

Siang ini, Eldy bersama teman-temannya yang merupakan kumpulan dari anak Geng-gengan berkumpul di kantin kampus. Mereka adalah Amy, pacar baru Eldy, Fuad, Yluy (nama beken dari Yuli),  Maeda dan Fubuki, pemuda blasteran Jepang-Indonesia. Mereka tampak serius membicarakan sesuatu.

 “Eh coy! Tau ga? Tingkah si Lukman makin hari makin aneh aja nih,” ujar Eldy membuka topik.

“Iya, gue jadi khawatir nih. Sebenernya tuh anak kenapa ya?” ujar Fuad khawatir. Fuad yang merupakan teman semasa Lukman SMA dulu juga merasa khawatir akan keanehan yang menimpa sobat dekatnya itu.

“Hm, apa dia ngepet ya?” Amy menduga dengan ngaco nya.

“Astaghfirullahaladzim!!” seru Eldy kaget. “Sesesat-sesatnya Lukman dia kaga mungkin ngepet Mii! Palingan dia nyolong di bank Century!” bela Eldy yang membuat semua orang termasuk yang menulis cerita cengo.

“Yeee!! Bank Century udah bangkrut! Ngapain di colong!” seru Fubuki. Dalam hati ia terus menyebut-nyebut nama dewa Jashin, dewa yang diyakininya sebagai dewa pembawa keberuntungan, agar ia diberi ketabahan dalam menghadapi sahabat-sahabatnya yang super autis ini.

“Dia ikut pesugihan kali,” dugaan yang tidak kalah ngaco dilontarkan oleh Fuad.

“Sama aja kayak ngepet itu mah! Gak mungkin ah!” seru Eldy membela sobat baiknya.

“Apa mungkin dia ikut ilmu hitam?” duga Amy lagi. Tampaknya ia sangat terobsesi oleh jenis-jenis sihir untuk memperkaya diri.

“Mungkin dia bertapa di gunung kidul,” duga Fuad.

“Lukman mau jadi nabi palsu,” duga Maeda ngasal.

“Lukman belajar ilmu pelet kali,” duga Fubuki.

“Apa jangan-jangan dia mangkal di Taman Lawang,” duga Maeda ngasal. Membuat semua yang berada di situ terperangah.

“Hm, mungkin juga. Dia menerima telpon dari om-om senang atau tante-tante girang. Bisa jadi!” Fuad memperkuat alibinya. Sepertinya dia merasa senang kalau Lukman jadi orang yang terjerumus.
“Gak mungkin ah! Serendah-rendahnya level wajah Lukman, harga dirinya tinggi coy!” bela Eldy lagi. Perlu dicurigai, mengapa Eldy terus-terusan membela Lukman.

“Ah! Jangan-jangan...” kalimat menggantung keluar dari mulut Amy. Semua orang yang ada di sana termasuk bibi-bibi penjaga kantin, mahasiswa dan mahasiswi lain, tukang sapu yang kebetulan lewat dan beberapa dosen yang sedang makan dengan khidmat menatap Amy dengan wajah penasaran. Benak mereka pun bertanya-tanya. Sebagian bertanya “apa yang akan dikatakan Amy selanjutnya” dan sebagian lagi bertanya “apa yang aku lakukan di sini?”, sebagian lagi berpikir, “gue lagi ngapain sih?” dan seseorang di  pojok ruangan malah berkata dalam hati, “gue mules” dengan keringat yang bercucuran. Oke, itu sangatah tidak penting.


“Jangan-jangan...”Amy mengeluarkan suaranya lagi, semua orang jadi semakin penasaran.
“Lukman mau kawin!”

“APAAAA!? Seluruh penghuni kantin berteriak histeris meski sebagian tidak tahu sebenarnya apa yang mereka teriakkan.


“Kawin! Kawin! Minggu  depan aku kawin! Kawin! Kawin! Tidur ada yang nemenin!”
begitulah Sound Effect yang menggema di ruangan kantin yang walaupun terdapat banyak manusia namun tidak ada suara alias hening.  Yang ada hanyalah suara dari Sound Effect yang ternyata merupakan ringtone dari handphone milik Fuad.

“Hehe, peace,” seru Fuad garing dan mengakibatkan seluruh isi kantin menyorakinya.
Dan keadaan kantin pun kembali kondusif.

“Tapi serius Lukman mau kawin?” tanya Fubuki entah kepada siapa.

“Mana gue tahu! Gue kan Cuma menduga,” jawab Amy dengan tidak bertanggung jawab.

“Hm, mungkin aja,” seru Maeda. Akhirnya seluruh anggota Geng-gengan minus Lukman hanya dapat berdiam diri, larut dalam pikiran masing-masing. Mungkin saja perkataan Amy ada benarnya. Who knows?

Malamnya, Eldy yang terkena insomnia duduk di teras kost nya sambil bermain gitar. Entah lagu apa yang dimainkannya, ia tak peduli. Ia masih terngiang-ngiang perkataan sahabat-sahabatnya tadi siang. Diantara semua kemugkinan pasti ada yang benar! Entah perkataan siapa yang jelas harus segera diselidiki.

“Ting... ting... ting...”

Tiba-tiba saja Eldy mendengar  suara pintu pagar yang terbuat dari besi diketuk oleh sesuatu. Eldy yang duduk di teras yang tak begitu jauh dari pintu pagar segera menengok. Dan dapat ia lihat, sesosokgadis yang mengenakan gaun putih bersinar ala Surf dengan rambut hitam terurai yang berkilau ala Sunsilk Black shine karya Jamal Hammadi berdiri di depan pintu pagar sambil mengetuk-ngetuknya.

Eldy mengerjap-ngaerjapkan matanya, berusaha memproses apa yang sedang ia lihat. Otaknya yang sering ia puji sebagai otak terjenius melebihi Albert Einsten seolah beku. Dan saat otaknya melewati batas Loading yang cukup lama, akhirnya ia tersadar dan langsung membanting gitarnya.

“SETAAN!!!!”

Ia berteriak histeris. Dengan segera ia bangkit dari kursi rotan yang tadi ia duduki, berusaha untuk lari menyelamatkan diri. Namun naas, saat ia bangkit dan bersiap untuk berlari, tak sengaja kakinya menginjak gitar yang tadi ia banting. Alhasil, ia pun terjatuh secara mengenaskan dengan kepala menghantam meja rotan sehinggan menimbulkan bunyi yang cukup berisik.

“Mas Eldy!” suara perempuan yang terasa familiar memanggil namanya. Eldy sebenarnya tahu persis pemilik suara ini. namun saking takutnya ia sampai tidak mau berpikir apa-apa lagi selain melarikan diri dari sini.

Eldy berusaha bangkit ketika di rasanya sosok gadis yang ia yakini sebagai hantu tadi mulai berjalan mendekat.  Dapat ia rasakan, bau melati menguar, menusuk indera penciumannya. Dalam hati Eldy terus berdoa sambil berusaha bangkit. Namun tubuhnya terasa berat sekali, sulit untuk bangun. Dan tiba-tiba saja ia merasakan sebuah tangan yang sangat dingin  menyentuh pergelangan tangannya. Eldy pun panik.


“Ampun mbak Kunti!!” teriaknya histeris. Ia bahkan tak mau membuka matanya demi melihat sosok yang ia yakini sebagai kuntilanak itu.

“Ampun mbak kunti! Saya masih muda dan ganteng! Saya belum kawin mbak! Saya masih perjaka tulen mbak kunti! Suwer deh! Saya belom mau mati!!” dasar Eldy, sudah terjebak di ambang kematian masih saja sempat-sempatnya narsis, ujar sang penulis. Dan tentu saja membuat sosok gadis tadi cengo.

“Mas Eldy,” panggil wanita itu sambil mengguncang-guncangkan tubuh Eldy, “Ini saya mas, Nurma, anaknya mpok Ika,”


Mendengar pernyataan dari sosok wanita tadi, Eldy yang tadi meringkuk di bawah meja rotan sambil meronta-ronta jadi salah tingkah. Dengan segera ia bangkit dan memasang tampang stay cool.

“Oh, Nurma. Ada apa kesini?” ujar Eldy sambil memasanga tampang cool, se-cool-coolnya. Membuat gadis tadi yang diketahui bernama Nurma dan sang penulis cengo, secengo-cengonya.
Keadaan hening sesaat.

“Eh, anu, Mas Lukmannya ada nggak yah?” tanya Nurma to the point.
“Kayaknya belom pulang tuh. Ada apa ya? Kenapa nyari si Lukman?” tanya Eldy masih dengan tampang stay cool.


“Eh, anu...” wajah Nurma tampak ragu dan bersemu. Eldy menatapnya dengan penuh tanda tanya.

“Anu mas... saya mau ngasih ini ke Mas Lukman,” ujar Nurma sambil menyerahkan sebuah rantang berwarna merah muda bersusun lima.

Eldy menerimanya dengan ragu. Berbagai pertanyaan muncul di benaknya. Sebenarnya ada hubungan apa antara Lukman dan Nurma? Apakah keanehan Lukman selama ini ada hubungannya dengan Nurma? Si gadis cantik anak mpok Ika yang tinggal di sebelah rumah?

“Maaf ya mas kalau ngerepotin,” Eldy jadi tersadar dari lamunan panjangnya. Untuk kesekian kalinya Eldy salah tingkah lagi.

“O-oh iya! Ga masalah kok,” jawab Eldy berusaha stay cool kembali.

“Kalo gitu saya permisi dulu ya mas, assalamu’alaikum,” dan Nurma pun berlalu begitu saja meninggalkan Eldy yang masih larut dalam pikirannya.

Lima menit setelah kepergian Nurma, datanglah Lukman dengan mengendarai motor Scoopy merahnya yang ia dapatkan dari undian berhadiah salah satu produk minuman. Lukman yang baru sampai langsung memasang wajah bingung begitu melihat Eldy, sobat baiknya berdiri mematung di teras sambil memegang sebuah rantang merah muda yang ia kenal.

“Dy! Lo kenapa? Kesambet?” tanya Lukman heran begitu ia sampai dihadapan Eldy. Eldy yang ditegur langsung tersadar dari lamunannya.

“Kok tumben lu pulang jam segini?” Eldy malah balik bertanya.


“Hm, pulang malem salah, pulang pagi salah, pulang jam sembilan juga salah?” Lukman malah protes menanggapi pertanyaan Eldy.

“Btw, rantang yang lo pegang punya siapa? Kayaknya gue kenal tuh,” ujar Lukman kemudian.
“Punya Nurma! Nape?” Eldy menjawab dengan ketus karena kesal.

Mendengar kata ‘Nurma’, dengan segera Lukman merampas rantang merah muda itu dari tangan Eldy, kemudian memeluknya erat seolah takut diambil oleh Eldy.

“Eh! Kok diambil sih!?” tanya Eldy emosi. Sebenarnya ia tidak marah sih rantangnya diambil oleh Lukman. Hanya saja ia tidak suka dengan cara Lukman mengambil rantang tersebut dari tangannya.

“Gue yakin rantang ini buat gue! Udah ah, gue mau tidur! Capek gue! Bye bye, see you tomorrow honey!” seru Lukman sambil ber-kiss bye ria ke arah Eldy kemudian meninggalkannnya.

“Najis!” seru Eldy jijik begitu mendengar kata ‘honey’ dari Lukman. Tunggu tunggu! Apakah itu berarti Lukman memang benar-benar gay seperti dugaan Maeda dan Fuad? Apakah hari ini ia pulang awal karena tidak dapat ‘job’? Tapi, bagaimana dengan Nurma? Padahal tadi Eldy berpikir bahwa ada hubungan tersembunyi antara Lukman dan Nurma. Apakah Lukman memang mau kawin seperti dugaan Amy? Ah! Yang mana yang benar?! Lama-lama ia bisa frustasi kalau terus kepikiran seperti ini, pikir Eldy.

Pagi-pagi sekali Eldy sudah tiba di kampus dengan Yamaha Vixion baru nya. Dapat ia lihat kampus masih sangat sepi, hanya beberapa tukang sapu, ibu-ibu penjaga kantin, dan LUKMAN?!

Eldy mengerjap-ngerjapkan matanya hingga beberapa kali, berharap matanya salah. Memang, pagi tadi Lukman sudah berangkat ke kampus lebih dulu darinya. Ia juga tidak akan kaget jika ia bertemu Lukman di kampus. Namun yang membuatnya kaget hingga tidak mau mempercayai apa yang barusan ia lihat adalah... Lukman menyapu halaman kampus!?

“Woy! Ngapain lu di situ?” tanya Tria, mahasiswi yang merupakan teman Eldy di dalam beberapa kelas. Tria heran melihat Eldy berdiri mematung sambil memasang wajah horor di lapangan parkir. Padahal setahunya itu sama sekali bukan style Eldy yang selalu terlihat cool di manapun ia berada.

“Sssst,” Eldy memberi isyarat kepada Tria untuk diam dengan meletakkan ujung telunjuknya pada bibirnya dan mengeluarkan suara mendesis seperti ular. Eldy kemudian menarik Tria secara paksa dan mengajaknya untuk bersembunyi dibalik pepohonan. Tria yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi hanya menurut saja.

Eldy bersembunyi dibalik pohon akasia besar yang terletak seratus meter di mana posisi Lukman berada. Kesempatan bagus buat memata-matai Lukman nih, pikirnya dalam hati.

“Lo ngapain sih?” tanya Tria berbisik. Ia memang pintar membaca suasana.

“Ssst...” lagi-lagi Eldy berbisik. “Gue lagi...”

“HEI KAMU!” suara yang sangat Tria dan Eldy kenal betul menggelegar di pagi hari yang damai. Merasa terpanggil, mereka berdua diam membantu. Jantung mereka berdetak sangat cepat melebihi kecepatan cahaya. Mereka tahu persis. Itu adalah suara Pak Crish! Dosen muda terkiller yang pernah ada di muka bumi. Dengan gerakan kepala yang patah-patah mereka menengok ke arah datangnya suara Pak Crish.

“Iya Pak,” sebuah suara menjawab. Bukan suara Eldy apalagi suara Tria. Melainkan... suara Lukman?

“Wah wah! Rajin sekali kamu. Kamu nggak capek nyapu halaman yang begini luas?” tanya pak Crish kepada Lukman. Raut wajahnya tampak bersahabat. Membuat Lukman dan Tria secara otomatis menganga. Mereka merasa tak percaya akan apa yang sedang mereka lihat.

“Enggaklah pak! Saya masih kuat dan semangat!” seru Lukman semangat.

“Apa kamu nggak capek bekerja terus sepanjang hari? Pagi, bersih-bersih kampus, siang belajar, dan malam kamu bekerja sama saya. Apa nggak capek?”

Tria dan Eldy kembali menganga mendengar pernyataan terakhir Pak Crish. ‘Bekerja bersama saya’? memangnya apa yang mereka kerjakan?

“Ya enggaklah pak, apa sih yang nggak buat bapak?” jawab Lukman antusias. Mulut Eldy dan Tria semakin menganga. Mereka mulai berpikiran macam-macam.

“Hahaha! Bagus Lukman. Nanti malam datang lagi ya! Kalau kamu rajin datang nanti bayaran buat kamu bisa saya naikan. Oke?”

“Oke Pak! Saya tidak akan mengecewakan bapak! Saya akan melayani bapak semampu saya!” jawab Lukman antusias sambil mengacungkan jempol kanannya. Eldy dan Tria membatu.

“Jangan-jangan...” gumam mereka bersamaan.

Lukman bingung. Mengapa setiap ia lewat di depan siapapun di lingkungan kampus, mereka semua menatapnya aneh sembari berbisik. Ia tidak tahu apa yang mereka biacarakan dan ia pun tidak mau tahu. Merasa tidak enak ia langsung mempercepat langkahnya dengan semangat. Hari sudah sore, ia ingin segera sampai ke tempat Pak Crish yang pasti sudah menunggunya. Setelah memakai semua perlengkapan, ia segera menstarter Honda Scoopy nya dan langsung melesat pergi dengan riang tanpa sadar beberapa motor mengikutinya dari belakang.

Eldy, Amy, Tria, Fuad, Fubuki, Maeda  dan Yluy menatap tak percaya akan apa yang mereka lihat. Sebuah club malam? Bayangan serta dugaan-dugaan aneh segera melintas di benak mereka. Apa yang dilakukan Lukman di sini? Apakah tujuan mereka benar? Apakah benar tadi Lukman turun di sini?

Tanpa berpikir panjang Eldy segera menerobos masuk. Sudah jauh-jauh ia mengikuti Lukman ia tidak ingin kehilangan jejak Lukman. Namun belum sampai di tempat penjualan karcis, ia sudah dihadang oleh beberapa orang berbadan besar.

“Maaf, club buka pukul delapan malam. Anda tidak boleh masuk,” mendengar suara sangar dari salah seorang dengan badan terbesar, mau tak mau Eldy segera mundur dan dia juga harus mennunggu hingga club ini buka. Teman-temannya pun mau tak mau harus mengikutinya.

“Dy, lo serius? Apa lo ga salah denger?” tanya Fuad di sela-sela waktu menunggu mereka. Masih ada waktu kurang lebih dua jam hingga club buka. Benar-benar merepotkan, pikir Fuad.

“Gue serius!” jawab Eldy yakin. “Tanya aja sama Tria,” perintah Eldy dan dibalas sebuah anggukan mantap oleh Tria.

“Bener kan dugaan gue?” Maeda bersuara.

“Anak kecil ga usah ikutan!” Fubuki malah mengejek Maeda, dan akhirnya perang mulut di antara mereka terjadi.

“Berarti masalah ini bener-bener serius,” ujar Yluy tanpa menghiraukan Maeda dan Fubuki yang bertengkar hebat. Baginya itu sudah biasa.

“Ya, tapi gue bingung. Tadi malem Lukman kelihatan suka sama Nurma, Nurma juga sebaliknya. Padahal gue udah duga kalo keanehan si Lukman ya gara-gara Nurma. Tapi, kejadian tadi pagi bener-bener bikin gue ga abis pikir,” terang Eldy serius.


“Yaudah, mending kita selidikin yang satu ini. kalo si Lukman ga terbukti gay, kita selidikin kasus yang lain,” ujar Fuad bijak.

“Ini si Ratu Gosip ngapain ngikut-ngikut?” dengan tiba-tiba Fuad menuding Tria yang duduk di sebelahnya.

“Ya suka-suka gue,” jawab Tria ketus.

“Elo gak nyebarin masalah ini ke semua anak kampus kan?” tanya Fuad horor, membuat keringat dingin bercucuran dari pelipis Tria.

“Ng... nggak kok... hehe,” Tria menjawab sambil tertawa garing. Dalam hati sudah pasti ia sangat ketakutan. Namun ia langsung tersenyum lega ketika Fuad sudah kembali mengobrol dengan teman-temannya yang lain.

‘Huff... hampir saja!’ ujar Tria lega di dalam hati.

Waktu berlalu cepat, tak terasa sudah pukul delapan malam. Dengan segera Eldy dan kawan-kawan menerobos masuk ke club yang mereka yakini tempat yang tadi dihampiri Lukman. Tempat itu tampak begitu ramai meskipun belum buka. Dan akhirnya, tempat itu pun di buka. Orang-orang yang mengantre segera menerobos masuk dengan antusias. Tak terkecuali Eldy dan kawan-kawan. Namun, saat mereka sampai di depan pintu masuk, lagi-lagi beberapa orang bertubuh besar mencegat mereka.

“Bayar!” seru mereka tegas.

“E-eh?” baru mereka sadari betapa bodohnya mereka. Masuk ke tempat ini tentu saja bayar. Dasar!

“Be-berapa bang?” Eldy bertanya dengan polosnya.

“Seratus ribu per orang,” seru salah satu diantaranya tegas.

“APAAAA!?” teriak mereka histeris. Tiket masuknya begitu mahal, bahkan hampir membuat Amy, Maeda dan Tria hampir pingsan.

“O-oke, saya yang bayar,” ujar Eldy stay cool sambil menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribu. Dalam hati ia bangga juga begitu tahu beberapa gadis yang kebetulann lewat menatapnya kagum.

“It’s time to party!!” teriak Eldy begitu sampai di dalam ruangan besar yang musiknya begitu nyaring hingga memekakan telinga. Maeda yang paling polos merasa mau muntah, Yluy yang tidak tahan melihat beberapa wanita berpakaian seksi hanya dapat beristighfar dalam hati. Sementara yang lainnnya tampak menikmati.

“Oke, silahkan berpencar, kalian boleh berpesta, tapi jangan lupakan tujuan kita berada di sini. Mengerti?” Fuad yang merasa paling tua menasihati.

“Oke!” jawab mereka serempak kecuali Maeda dan Yluy yang ingin segera keluar dari sini. Dan akhirnya mereka pun berpencar.

Eldy yang berpencar sendirian mulai menjelajahi tempat tersebut. Matanya mulai lirik sana lirik sini. Beberapa wanita cantik dan seksi mulai mendekatinya dan mengajaknya berdansa. Eldy pun mengikuti dan melupakan tujuan utamanya.

Berbeda dengan Eldy, Fuad sedikit lebih serius. Matanya secara intensif menelusuri setiap sudut ruangan yang sesak oleh manusia ini. Namun tiba-tiba matanya berhenti menjelajah ketika dilihatnya sesosok perempuan yang sangat dikenalinya sedang dikelilingi beberapa pria yang berusaha menggodanya. Fuad sedikit merasa geram dan mendekati pria-pria hidung belang tersebut.

Fubuki yang selama ini penasaran dengan rasa vodca yang sering diceritakan teman-temannya dengan santai memesan vodca pada salah seorang bartender. Dan sang bartender pun memberikan segelas kecil vodca pada Fubuki. Pertama kali tenggorokannya terasa terbakar, namun rasanya yang unik membuatnya ketagihan. Ia pun memesan lagi dan lagi hingga tak terhitung berapa gelas vodca yang ia habiskan.

Sementara itu Maeda yang ditinggal oleh Yluy yang ingin ke kamar mandi karena tidak tahan dengan tempat ini di ajak oleh seseorang duduk di meja bar. Maeda yang polos pun mengikuti. Dan melihat deretan minuman yang banyak disertai rasa haus dan mual yang luar biasa dengan segera Maeda memesan minuman kepada bartender.

“Susu panas satu gelas ya,” pesan Maeda kepada salah seorang bartender.

“Hah? Maaf mbak, di sini nggak ada susu,” tolak sang bartender.

“Hah? Gak ada? Kalo gitu teh panas deh,” Maeda mengganti pesanan.

“Maaf mbak. Nggak ada juga. kalau mau saya buatkan Ice Lemon Tea,” tawar sang bartender.

“Hah!? Toko macam apa ini? Susu gak ada, teh gak ada. Dan lo mau nawarin gue minum lemon tea malem-malem!? Ga salah!? Lo mau bunuh gue ya? Mau bikin gue masuk angin!? Hello! Lo ga tau gue siapa!? Nih gue! Mae! Anaknye babeh gue! Jawara terkenal se-Jakarta!” Maeda mencengkram baju sang bartender yang terlihat tak berdaya, dan beberapa orang bertubuh besar pun datang berusaha menenangkan Maeda. Namun Maeda malah berontak dan akhirnya dikeluarkan secara paksa dari tempat itu.

Sementara Amy yang mencari Eldy shock melihat Eldy dikerumuni oleh beberapa tante-tante girang, sementara Eldy terlihat pucat dan kebingungan. Dengan segera Amy menghajar satu persatu tante-tante itu dan mengakibatkan mereka berdua dikeluarkan secara paksa.

Di lain tempat, Yluy yang sedang membasuh wajahnya sambil beristghfar malah didatangi seorang pria bertubuh kekar dan ditawari sejumlah uang agar mau tidur bersamanya. Yluy tentu saja merasa tersinggung dan langsung manghajar pria yang dianggapnya tidak waras itu. dan tentu saja Yluy dikeluarkan secara paksa.

Sementara Fubuki, yang sudah merasa mabuk karena terlalu banyak meminum vodca segera meninggalkan bar untuk mencari teman-temannya. Namun ia di tahan oleh bartender. Tentu saja karena ia belum bayar.


“APA!?” seru Fubuki kaget begitu diserahi nota yang berisi sejumlah uang yang harus ia bayar.

“Eh! Ngapain gue mesti bayar!? Gue masuk kesini juga bayar! Seratus ribu! Lo pikir ga mahal!?” seru Fubuki emosi dan hampir menghajar sang bartender. Namun dengan segera beberapa orang mengeluarkannya secara paksa sehingga ia dapat bertemu dengan teman-temannya yang telah dikeluarkan lebih dahulu. Fuad dan Tria pun segera menyusulnya akibat ulah Fuad yang hampir menghajar pria-pria hidung belang yang menggoda Tria.

“Ah! Sial! Gara-gara kalian rencana kita hancur! Gue udah ngeluarin duit banyak tapi hasilnya malah nol begini!” Eldy berteriak emosi menyalahkan teman-temannya.

“Emang lo ga salah!? Lo sendiri juga dikeluarin kan?” Maeda protes. Ia pun tidak mau kalah dan akhirnya mereka semua malah adu mulut dan saling menyalahkan.

“Loh? Kok kalian ada di sini?” tegur sebuah suara yang sangat mereka kenal dan merupakan sumber dari segala permasalahan yang mereka alami.

“LUKMAN!?” teriak mereka serempak dan histeris seolah melihat hantu.

“Kalian ngapain di klub malam-malam begini?” tanya Lukman heran.

“Justru kita-kita yang harus nanya, lo ngapain di sini?” tanya Eldy to the point.

“Gue... gue ya kerja,” jawab Lukman ragu, ia juga merasa agak malu atas jawabannya.

“Elo kerja di club kayak gini!? Lo udah gila ya!?” tanya Maeda histeris, ia sungguh tak percaya.

“Apa bener lo juga jadi gigolo? Lo juga  jadi pacar gelapnya Pak Crish!?” tanya Tria antusias. Lumayan buat  gosip di kampus, pikirnya.

“Lo jadi gay!?” tanya Fuad.

“Bukan! Bukan!” bantah Lukman cepat. Ia langsung shock mendengar tuduhan teman-temannya ini.  Tapi, ia juga merasa menyesal karena merahasiakan semuanya kepada sahabat-sahabatnya sehingga membuat para sahabatnya khawatir dan menduga yang macam-macam.

“Oke, sebenernya selama ini gue kerja jadi pelayan di restoran sebelah, di TEMPATNYA PAK CRISH! Shift kerja gue sore sampai malam soalnya kalo siang gue harus kuliah,” tegas Lukman. “Gue juga kerja jadi tukang sapu di sekolah, kerja magang di perusahaan-perusahaan, dan masih banyak lagi. Kalian tahu kenapa?” tanya Lukman, semuanya manatap Lukman penasaran.

“Soalnya, GUE PENGEN CEPET-CEPET KAWIN SAMA NENG NURMA!!!” seru Lukman setengah berteriak.

“Gubrak!” dan Eldy pun pingsan di tempat.

THE END
-_-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SIFAT-SIFAT MANUSIA DARI STATUS FB

TOFI coy !